Selasa, 12 Agustus 2014

Pengertian Hukum Agraria dan Hukum Tanah

Pengertian agraria dapat dilihat dalam arti sempit dan luas. Dalam arti sempit agraria dapat diartikan tanah dan dapat pula diartikan hanya tanah pertanian. Selanjutnya, pengertian agraria dalam arti luas dapat dilihat pada UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (yang lebih dikenal dengan Undang-undang Pokok Agraria, disingkat UUPA). Menurut UUPA, agraria meliputi bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. UUPA menentukan bahwa dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi, di bawahnya serta yang berada di bawah air (Pasal 1 butir 4). Pengertian air termasuk perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia (Pasal 1 butir 5). Yang dimaksud dengan ruang angkasa meliputi ruang di atas bumi dan air (Pasal 1 butir 6).
Dalam praktek penyelenggaraan pembentukan hukum tampak rumusan UUPA tersebut telah berkembang sedemikian rupa dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria. Ada yang konsisten dan ada pula yang tidak konsisten dengan rumusan UUPA.
Pengertian tanah membawa implikasi yang luas di bidang pertanahan.  Menurut Herman Soesangobeng, secara filosofis hukum adat melihat tanah sebagai benda berjiwa yang tidak boleh dipisahkan persekutuannya dengan manusia. Tanah dan manusia, meskipun berbeda wujud dan jatidiri, namun merupakan suatu kesatuan yang saling mempengaruhi dalam jalinan susunan keabadian tata alam besar (macro-cosmos) dan alam kecil (micro-cosmos). Dalam pada itu, tanah dipahami secara luas, sehingga meliputi semua unsur bumi, air, udara, kekayaan alam, serta manusia sebagai pusat, maupun roh-roh di alam supernatural yang terjalin secara utuh-menyeluruh.
Pandangan filosofis yang bersifat utuh-menyeluruh (holistic) ini ketika akan dijabarkan ke dalam asas dan pranata hukum, tampaknya mengalami dinamika dan modifikasi. Sebagai contoh, di dalam penguasaan dan pemilikan tanah pada akhirnya dikenal asas pemisahan horisontal (horizontale scheiding), yakni asas yang menyatakan bahwa pemilik tanah tidak otomatis sebagai pemilik benda-benda di atas tanah. Di negara-negara anglosakson yang mengartikan tanah (land) sebagai permukaan bumi, tubuh bumi, dan kekayaan alam yang terkandung dalam tubuh bumi, maka asas penguasaan pemilikan tanahnya pun mengenal asas perlekatan (accessie) yakni asas yang menyatakan bahwa pemilikan benda-benda di atas tanah pada prinsipnya juga melekat pada pemilikan tanah.  Contoh lainnya, Pasal 4 ayat (1) UUPA juga mengartikan tanah yang hanya sebagai permukaan bumi (the surface of the earth). Konsekuensinya, hak atas tanah pun secara hukum adalah hak atas permukaan bumi, tidak sekaligus merupakan hak  atas benda-benda di atas tanah dan kekayaan alam di tubuh bumi.


0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2012 Land Portal All Right Reserved